Kota Soppeng menjadi tujuan perjalanan kali ini. Bersama dengan teman kerja, Kami berangkat dari kota Makassar menggunakan kendaraan roda empat melewati daerah perbukitan Cam’ba yang terkenal dengan kelokan tajam dan jalannya yang sangat berbahaya. Jalan raya dengan 2 jalur kendaraan yang cukup sempit, melewati perbukitan batu cadas dan tebing-tebing tinggi dengan kelokan tajam yang memiliki dinding batu di sisi kanan kiri jalan serta ada banyak kelokan tajam yang memiliki jurang-jurang yang terjal. Saya pribadi, ketika melewati jalur ini menilai kalau Cam’ba memang sangat berbahaya tetapi juga sangat menantang untuk dilewati.
Jalur Cam’ba dapat dilewati tanpa ada hambatan yang berarti, sesekali Saya menikmati sensasi pemandangan dari dinding batu di kanan kiri jalan, jurang di setiap belokan dan sebuah terowongan yang merupakan sisi bukit batu yang di lubangi untuk jalur kendaraan. Sesampainya di kota Soppeng, Saya terkesima melihat begitu banyaknya kelelawar besar atau kalong yang bergelantungan di pohon-pohon sepanjang pinggir jalan pusat kota. Kota Soppeng memang memiliki keunikan dan dikenal sebagai kota Kalong, hampir di setiap pohon yang berada di sepanjang jalan dalam kota, banyak terlihat kumpulan Kelelawar yang menggelantung sehingga nampak seperti pohon dengan duan berwarna hitam. Masyarakat sekitar kota dapat hidup harmonis dan tidak ada yang memburu mamalia bersayap tersebut. Diyakini apabila kawanan Kalong ini meninggalkan Kota Soppeng, sesuatu hal buruk akan segera terjadi. Untuk dapat lebih menikmati sensasi dari kawanan Kalong ini, waktu yang paling tepat adalah menjelang sore hari karena hewan tersebut akan mulai beraktifitas dengan terbang untuk mencari makanan… Saya sendiri takjub melihat langit kota Soppeng yang menjadi gelap karena ribuan Kalong yang terbang di angkasa… sungguh pemandangan yang tidak biasa…
Selesai mengelilingi Kota Soppeng, perjalanan di lanjutkan ke Kawasan Wisata Air Panas Lejja dengan waktu tempuh sekitar dua jam menuju desa BuluE, Kecamatan Marioriawa. Ketika memasuki kawasan hutan suaka desa BuluE, Saya melihat pemandangan yang terasa berbeda. Pepohonan asam yang rindang berderet rapih di sebelah kiri jalan dan di bahu jalan sebelah kanan mengalir air dari saluran irigasi dengan warnanya yang kehijauan… sungguh pemandangan yang sangat menyejukkan. Akhirnya, setelah melewati jalan yang berkelok dan naik turun dengan akhir berupa kelokan jalan yang sempit, kami pun tiba di lokasi. Nampak halaman parkir yang tidak terlalu luas dengan deretan warung makan sederhana dan penjaja makanan kecil di sebelah kanan… Tidak lama kami pun masuk ke dalam. Pemandian Air Panas Lejja memiliki tiga kolam pemandian utama yang berjejer ke arah sumber mata air yang berada di atas bukit. Ada juga kolam pemandian private dengan rumah panggung kecil yang memiliki kolam selebar 3 meter di belakangnya. Fasilitas di Lejja sudah sangat memadai dengan adanya toilet, ruang bilas, tempat ganti pakaian, pondok peristirahatan dan aula pertemuan. Saya menyempatkan diri untuk melihat langsung sumber air panas dengan mengikuti jalan setapak di sebelah kolam pemandian yang mengarah ke atas bukit. Nampak aliran sungai kecil dengan hawa air yang panas dan bebatauan di sebelah kanan aliran sungai yang mengeluarkan rembesan air panas dan uap air. Di ujung jalan, nampak sebuah pohon yang tepat dibawah akarnya terdapat sebuah lubang berdiameter 40 – 50cm dan mengeluarkan aliran air panas yang menjadi sumber aliran utama. Di sekitar pohon tersebut, Saya melihat banyak tali, kaleng dan botol yang diikat. Menurut informasi, benda-benda tersebut menjadi simbol pengharapan dan jika keinginan orang tersebut terkabul dia akan datang kembali ke Lejja untuk melepaskan benda yang telah digantungnya… selain itu ada juga informasi yang mengatakan kalau benda yang diikat itu sebagai simbol untuk mengikat hubungan pasangan muda mudi yang berkunjung ke Lejja.
0 comments:
Post a Comment